Master Bercerita: Tiga Pembalasan Si Lembu


Dalam sepuluh karma buruk, berdusta, berkata-kata kosong, berlidah dua, dan berkata-kata kasar merupakan empat jenis karma buruk ucapan. Dengan membuka mulut dan menggerakkan lidah saja, karma buruk sudah tercipta.

Jika hati kita sering dipenuhi kebencian, karma buruk ucapan pun akan tercipta dengan cepat dan sendirinya. Bukankah kita sering mendengar orang berkata bahwa seseorang suka mencaci maki orang? Ini karena ucapan seseorang akan segera terdengar oleh orang lain. Kebencian di dalam hati sering kali dibarengi dengan ucapan buruk. Ucapan ini akan didengar oleh orang lain dan meresap ke dalam hati mereka. Jadi, suara menyebar dengan cepat.

Orang-orang dengan cepat mengungkapkan ketidaksenangan di dalam hati dengan ucapan buruk. Ucapan buruk yang terdengar oleh telinga ini juga direspons dengan perbuatan buruk. Dari sini bisa diketahui mengapa konflik dan pertikaian antarmanusia serta niat buruk manusia sering kali ditimbulkan oleh ucapan buruk. Jadi, kita harus senantiasa waspada terhadap ucapan kita.


Adakalanya, saat mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan atau mendengar orang lain menyebarkan gosip dan menggunjingkan kita, rasa dendam akan terakumulasi di dalam hati sehingga kita merasa tidak senang dan mulai mengeluarkan sumpah serapah. "Beraninya dia menyebarkan gosip dan menjelek-jelekkan saya. Suatu hari nanti, saya akan membalasmu."

Sesungguhnya, "suatu hari nanti" ini kapan? Apakah suatu hari di kehidupan sekarang atau suatu hari di kehidupan mendatang? Saat rasa dendam terakumulasi di dalam hati, karma buruk ucapan kita akan berbuah. Karena itulah, kita harus menjaga ucapan dengan baik.


Ada seorang raja yang bernama Puskarasarin. Suatu hari, Raja Puskarasarin keluar untuk meninjau kondisi di kotanya. Saat melihat Raja Puskarasarin, seekor lembu tiba-tiba menggila dan langsung menanduknya di bagian perut. Raja Puskarasarin langsung tewas di tempat.

Melihat masalah yang ditimbulkan lembu itu, pemiliknya tidak berani mendekat karena khawatir orang lain tahu bahwa lembu itu adalah miliknya. Berhubung takut dijatuhi hukuman, dia pun menjual lembunya dengan harga murah.


Dalam perjalanan membawa lembu pulang, pembeli lembu merasa haus. Saat dia meraup air di tepi sungai untuk meminumnya, lembu itu tiba-tiba menanduknya dari belakang sehingga dia terjatuh ke dalam air dan tenggelam. Mendengar kabar ini, putra pembeli lembu sangat marah. Dia juga tidak ingin memelihara lembu itu lagi. Jadi, dia juga menjualnya dengan harga murah kepada seorang jagal.


Setelah lembu itu dijagal, ada seorang pria yang membeli kepalanya dan mengikatnya di pikulan untuk dipikul. Setelah berjalan beberapa waktu, dia merasa lelah. Kebetulan, saat itu dia melihat sebatang pohon. Dia lalu menggantung kepala lembu itu di sebuah cabang pohon dan duduk di bawah pohon itu untuk beristirahat. Berhubung tidak kuat menahan berat kepala lembu, cabang pohon itu pun patah. Pikulan dan kepala lembu itu juga jatuh dan kepala pria itu tertusuk tanduk lembu.


Mendengar hal ini, Raja Bimbisara yang sangat yakin pada hukum sebab akibat lalu menanyakan hal ini kepada Buddha. Mendengar pertanyaannya, Buddha tersenyum dan menceritakan sebuah kisah.

Di kehidupan lampau, ada tiga pedagang yang pergi ke luar daerah untuk berdagang. Mereka bertiga bersama-sama menyewa sebuah rumah. Pemilik rumah itu adalah seorang nenek yang mencari nafkah dengan menyewakan rumah. Mereka bertiga tinggal di rumahnya dalam waktu yang lama.


Suatu hari, nenek itu berkata pada mereka, "Kalian sudah lama tidak membayar biaya sewa."

Mereka bertiga dengan kompak menjawab, "Kami sudah membayarnya. Mengapa engkau malah kembali menagihnya?" Mereka bertiga terus mencaci maki nenek itu.

Nenek itu sangat marah dan berkata, "Aku sudah tua, tidak sanggup melawan kalian. Namun, aku bersumpah bahwa aku akan membalas dendam ini di kehidupan mendatang."

Nenek itu menyumpahi mereka setiap hari dan berkata bahwa dia pasti akan membalas dendam di kehidupan mendatang. Kemudian, nenek itu meninggal dunia. Begitu pula dengan ketiga orang itu.


Beberapa kehidupan kemudian, salah satu dari ketiga orang itu yang lebih dipenuhi berkah terlahir sebagai raja, satu lagi terlahir sebagai petani, sedangkan yang terakhir terlahir sebagai orang biasa. Kehidupan lampau lembu itu adalah sang nenek. Dendam, benci, dan sumpah serapah sang nenek langsung terbalas pada kehidupan ini.

Mendengar kisah ini, semua orang menghela napas dan merasa takut. Buah karma buruk ucapan sungguh tidak terelakkan. Karena itu, kita harus menjaga ucapan kita. Terlebih, jangan membangkitkan ketamakan.


Dalam interaksi antarmanusia, jika kita memupuk rasa benci dan dendam, maka sesuai hukum sebab akibat, kita akan memetik buah karma buruk dari kehidupan ke kehidupan dan merasakan penderitaan yang tak terkira.

Saudara sekalian, saya pernah mengatakan bahwa membangkitkan pikiran buruk atau membunuh, mencuri, melakukan perbuatan asusila, berdusta, berkata-kata kasar, mengucapkan sumpah serapah, dan sebagainya akan membuat kita terikat dengan orang lain. Jadi, setelah memahami kebenaran, kita harus senantiasa bertobat dan waspada.  

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Heryanto (DAAI TV Indonesia)
Penyelaras: Khusnul Khotimah         
Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -