Master Cheng Yen Bercerita: Buah Karma Akibat Kesalahan Kecil
Dalam mempelajari ajaran Buddha, kita harus memiliki hati Buddha. Jika dapat menghadapi setiap orang dengan hati Buddha dan memperlakukan setiap orang dengan rendah hati, maka kita dapat melihat setiap orang bagaikan Buddha. Dalam menghadapi semua orang, baik terhadap orang dewasa, anak-anak, lansia, maupun paruh baya, kita harus rendah hati dan penuh hormat.
Kita harus bersikap rendah hati dan hormat terhadap semua orang tanpa membedakan laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, ataupun kaya. Kita harus memperlakukan semua orang secara setara dan penuh hormat. Saat kita melihat orang dengan hati Buddha, maka setiap orang terlihat bagaikan Buddha. Kita masih mengingat Bodhisatwa Sadaparibhuta. Saat ada orang menghinanya, memarahinya, bahkan memukulnya, beliau hanya akan berjalan menjauh dan tetap memberi hormat pada orang tersebut. Beliau tidak berani merendahkan orang lain karena setiap orang adalah calon Buddha.
Lihat, demikianlah caranya melatih diri. Selain itu, kita juga harus meningkatkan kewaspadaan dan tidak bertabiat buruk. Terkadang, kesalahan yang tidak disengaja tetap dapat menciptakan karma buruk yang akan mengikuti kita dari kehidupan ke kehidupan. Karena itu, saya sering berkata kepada kalian bahwa tujuan dari pelatihan diri adalah untuk mengubah tabiat buruk.
Tabiat buruk tidak boleh diwujudkan lewat tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Ketahuilah bahwa jika tabiat buruk tidak diubah, maka kita mudah berbuat lalai dan bersikap tidak hormat. Ucapan yang tidak baik juga dapat menciptakan karma buruk. Kita hendaknya mawas diri dan berhati tulus untuk menjalin jodoh baik. Kita harus meningkatkan kewaspadaan dan memperlakukan setiap orang dengan hati-hati. Janganlah kita menghina orang lain.
Saat melihat orang lain memiliki kekurangan, kita juga jangan meniru mereka meskipun hanya lelucon semata. Kita jangan berbuat demikian. Buddha juga mengingatkan kepada kita bahwa meski tidak punya niat buruk, tetapi jika kita bersikap tidak sopan dan mengganggu para praktisi, ataupun meniru sikap mereka yang dapat menyakiti perasaan orang lain, maka kita tetap akan menuai karma buruk dalam kehidupan.
Gavampati adalah murid Buddha yang memiliki pelatihan diri yang baik. Akan tetapi, dia memiliki kebiasaan buruk sejak lahir. Pada salah satu kehidupan lampau, dia sudah meninggalkan keduniawian sejak kecil. Saat itu, di dalam kelompok Sangha (perhimpunan para biksu), terdapat seorang biksu tua. Karena sudah berusia lanjut dan tidak punya gigi, mulut biksu tua itu terus bergetar. Sramanera (calon biksu) cilik merasa biksu tua itu sangat lucu. Dia pun sering meniru gerakan mulut sang biksu tua. Dia terus menggerakkan mulutnya seperti sedang mengunyah sesuatu. Terkadang, biksu tua itu mendengus seperti sapi. Sramanera cilik ini sering mengikutinya untuk mengejeknya.
Karena menganggapnya masih anak-anak, bhiksu tua pun tidak mempermasalahkannya. Namun, biksu lain berkata, "Sramanera cilik, kita harus menghormati orang tua”. "Jangan begitu usil”. Akan tetapi, dia tetap terus meniru biksu tua itu. Lama kelamaan, itu menjadi kebiasaannya. Setelah itu, dia terlahir sebagai kerbau selama 500 kehidupan. Kerbau memakan rumput. Usai makan, mereka harus menarik kereta dan membajak sawah. Kerbau juga bisa memamah biak.
Selama 500 kehidupan, Sramanera terlahir sebagai kerbau. 500 kehidupan kemudian, baru dia terlahir sebagai manusia. Namun, kebiasaannya tetap terbawa selama 500 kehidupan sebagai manusia. Dia sungguh menderita. Meski tidak berniat buruk, tetapi karena mengolok-olok seorang bhiksu tua, dia harus menderita akibat karma buruknya. Hingga pada masa Buddha hidup, dia kembali memiliki jalinan jodoh untuk meninggalkan keduniawian. Akan tetapi, kebiasaannya buruknya tetap tidak bisa hilang. Mulutnya terus bergerak seperti kerbau sedang memamah biak.
Buddha melihat Gavampati sangat memiliki pelatihan diri. Buddha juga khawatir murid-Nya yang lain menaruh rasa tidak hormat pada Gavampati sehingga akan menciptakan karma buruk. Buddha lalu memberinya sebuah tasbih dan memberi tahu anggota Sangha lain, "Gavampati terus menggerakkan mulutnya karena sedang melantunkan nama Buddha”. "Dia juga menyerap Dharma ke dalam hati”. "Aku berharap setiap orang dapat menghormatinya”. Buddha juga khawatir saat Gavampati keluar untuk menerima persembahan, mungkin ada orang akan menciptakan karma buruk lewat ucapan. Karena itu, Buddha berkata padanya untuk menerima persembahan dari makhluk surgawi. Jangan menerima persembahan di alam manusia.
Saat Buddha wafat, Gavampati berada di alam surga untuk menerima persembahan. Saat menerima kabar wafatnya Buddha, dia sangat sedih. Dia segera membungkuk untuk memberi hormat dan berkata bahwa dia akan mengikuti Buddha wafat. Saat mengolok-olok biksu tua, dia tak memiliki niat buruk. Saat Gavampati ingin terjun ke tengah masyarakat, Buddha merasa sangat khawatir. Karena itu, Buddha memberi tahu setiap orang bahwa Gavampati sedang melafalkan nama Buddha. Karena khawatir saat Gavampati pergi menerima persembahan, orang lain akan menciptakan karma buruk karena tidak paham, Buddha memintanya pergi ke alam surga untuk menerima persembahan dari makhluk surgawi.
Dengan penuh cinta kasih dan welas asih, Buddha mengasihi murid-Nya serta melindungi orang-orang sekitar agar terhindari dari karma buruk. Saudara sekalian, kita hendaknya menyadari bahwa suatu perbuatan yang tidak disengaja dapat menciptakan karma buruk yang akan mengikuti kita dari kehidupan ke kehidupan. Jadi, dalam berinteraksi dengan orang ataupun menangani suatu masalah, kita harus menggunakan ketulusan. Janganlah membiarkan tabiat kita mendatangkan penderitaan dalam hidup. Singkat kata, kita harus bersungguh hati dalam melakukan segala sesuatu. Kita harus segera mengubah tabiat buruk dan menjalin jodoh baik dengan banyak orang.
Gambar: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV Indonesia).