Maudgalyayana Menolong Ibunya
Sebagian
besar warga etnis Tionghoa melakukan upacara penyeberangan pada bulan ketujuh
Imlek. Dari mana tradisi ini berasal? Sesungguhnya, semua ini berasal dari cerita
pada zaman Buddha. Cuaca di India pada masa itu sangat panas. Saat musim panas,
banyak cacing, ular, dan serangga kecil lainnya akan keluar dari sarang.
Buddha
khawatir para murid-Nya yang bertelanjang kaki keluar dari vihara untuk
menerima dana makanan akan menginjak dan melukai serangga atau sebaliknya
terluka oleh serangga. Karena itu, demi keamanan para murid-Nya, Buddha
menetapkan saat musim panas di India, yakni dimulai dari tanggal 15 bulan 4 Candrasangkala,
para anggota Sangha harus berkumpul bersama. Mereka tidak keluar untuk menerima
persembahan dan membabarkan Dharma.
Selama
masa itu, raja, menteri, dan para umat perumah tangga akan datang memberi
persembahan makanan kepada Buddha dan anggota Sangha agar para anggota Sangha dapat
melatih diri dengan tenang. Jadi, selama tiga bulan itu, dimulai dari tanggal
15 bulan 4 Candrasangkala hingga tanggal 15 bulan 7 Candrasangkala, ditetapkan
sebagai masa varsa.
Selama
tiga bulan itu, ada orang yang menenangkan hati untuk merenungkan dari mana
kehidupan mereka berasal. Ini membuat mereka teringat pada orang tua mereka. Salah
satunya adalah Maha Maudgalyayana. Suatu ketika di masa varsa, Maha Maudgalyayana
duduk bermeditasi. Beliau bersyukur atas budi luhur Buddha. Beliau juga
memikirkan ibunya yang mengandungnya
dengan susah payah.
Sebelum
beliau meninggalkan keduniawian, ibunya sudah meninggal dunia. Karena itu,
beliau bermeditasi untuk mencari keberadaan ibunya. Beliau melihat pemandangan
di alam setan kelaparan. Ada salah satu makhluk berperut busung dan berleher
sangat kecil yang berjalan ke arahnya. Beliau menyadari ternyata itu adalah
ibunya.
Meski
Maha Maudgalyayana adalah anaknya, tetapi sang ibu tetap berlutut dan meminta
pertolongan kepada beliau. Maha Maudgalyayana segera memapahnya. “Mengapa Ibu
terlahir di alam setan kelaparan?” Ibunya menjawab, “Ini karena semasa hidup, saya
tidak memahami hukum karma. Saya tamak, penuh kebencian, dan bodoh. Saya banyak
membunuh hewan. Karena itu, sejak meninggal hingga sekarang, saya terus berada
di alam setan kelaparan.”
Mengingat
bahwa dirinya memiliki kekuatan batin, Maha Maudgalyayana pun segera membawakan
nasi dan air untuk ibunya. Saat ibunya membuka mulut untuk memakannya, api
menyembur keluar dari mulutnya sehingga semangkuk nasi putih itu pun berubah
menjadi arang. Maha Maudgalyayana sangat sedih melihatnya. Beliau kembali
membawakan semangkuk nasi. Namun, ia kembali terbakar menjadi arang.
Meski
beliau memiliki kekuatan batin, tetapi tetap tak dapat menolong ibunya. Maha
Maudgalyayana segera menghadap Buddha. “Hanya Buddha yang dapat menolong ibu
saya.” Buddha berkata kepada Maha Maudgalyayana, “Karma buruk ibumu berat bagai
Gunung Sumeru. Dibutuhkan kekuatan ketulusan banyak praktisi baru dapat
menolong ibumu. Manfaatkanlah waktu seusai masa varsa untuk mengundang para
anggota Sangha berdoa dengan tulus bagi ibumu. Engkau juga hendaknya dengan
tulus memberi persembahan bagi para anggota Sangha.”
Jadi,
di hari ke-15 bulan 7 Candrasangkala, Maha Maudgalyayana memberi persembahan
kepada Buddha dan anggota Sangha. Meski sebagai salah satu pemimpin Sangha, tetapi
beliau secara langsung membawa air bagi para anggota Sangha untuk membasuh
tangan. Lalu, beliau memberikan persembahan makanan kepada Buddha dan anggota Sangha.
Dengan
penuh ketulusan, setiap orang berdoa bagi ibunya. Kekuatan ketulusan dari semua
orang ini membebaskan ibu Maha Maudgalyayana dan banyak makhluk lainnya yang
juga menderita di alam setan kelaparan. Ini yang disebut “menolong yang
digantung terbalik” atau Ullambana.
Menurut
kepercayaan tradisional, bulan ketujuh Imlek dianggap sebagai bulan buruk. Ini
tidak benar. Bulan 7 Imlek merupakan bulan penuh berkah dan bulan penuh
sukacita bagi Buddha karena pada saat ini, banyak praktisi yang menyelami
Dharma dan tercerahkan. Karena itu, Buddha merasa sukacita. Jadi, kita harus
memiliki keyakinan benar, jangan percaya takhayul. Kepercayaan takhayul membuat
kita mudah berbuat keliru.
Lihatlah,
banyak orang masa kini yang melakukan upacara Ullambana di bulan tujuh Imlek. Apa
makna dari upacara Ullambana? Upacara Ullambana juga disebut upacara untuk “menolong
yang digantung terbalik”. Namun,
orang zaman sekarang bukan hanya tidak menolong makhluk lain, tetapi juga
membunuh banyak hewan. Ketika ayam dibeli, kakinya diikat dan digantung
terbalik. Apakah ini berarti menolong yang menderita? Bukan.
Saudara
sekalian, ini bukan menolong yang menderita. Ini disebut penindasan dan
pembunuhan secara kejam. Bayangkan, demi melakukan upacara penyebarangan, banyak
nyawa yang dikorbankan. Benih karma yang ditanam ini sungguh menakutkan. Jika
ingin menolong mereka yang menderita, mengapa kita tidak menolong sesama
manusia? Mengapa tidak berusaha menolong makhluk lain?
Lihatlah
hewan-hewan yang digantung terbalik. Alangkah baiknya jika Anda membebaskan
mereka dari penderitaan dan ketakutan. Ada pepatah Taiwan berbunyi, “Bagai
bebek yang tidak tahu akan disembelih di bulan 7 Imlek.” Kita hendaknya
membiarkan hewan-hewan hidup aman dan tenteram di habitat masing-masing sama
seperti kita. Jika mereka dapat hidup aman dan tenteram, maka umat manusia juga
dapat hidup aman dan tenteram.
Singkat kata, Ullambana berarti membebaskan semua makhluk dari penderitaan. Untuk melindungi semua makhluk, kita harus mengasihi mereka dan tidak tega membunuh mereka. Untuk itu, setiap orang hendaknya bervegetaris dan menjaga kemurnian hati untuk melestarikan bumi. Lewat pola hidup vegetaris, berarti kita menyelamatkan makhluk hidup. Inilah yang kini harus kita galakkan dengan sungguh-sungguh.