Pantulan Emas di Dalam Air
Kita semua harus menjaga pikiran dengan baik. Jika tidak, kondisi di luar baik pada masa lalu maupun sekarang, baik dekat maupun jauh, ditambah kondisi yang akan datang, akan membangkitkan noda batin kita. Mengapa kondisi luar terus membelenggu dan mendorong kita?
Ini karena di dalam batin kita terdapat pengetahuan dan pandangan. Tahu berarti bisa membedakan banyak hal saat indra kita bersentuhan dengan objek luar. Pandangan adalah pemahaman kita. Anda tahu mengenai semua hal ini. Anda ingin memilih yang baik atau yang tidak baik, berkata yang baik atau yang tidak baik, semua bergantung pada pandangan Anda.
Jadi, jika kita memahami hal ini dengan jelas, saya rasa tiada yang rumit dalam kehidupan ini. Namun, sayangnya, kita makhluk awam hanya sebatas tahu. Untuk menjalankan sepenuhnya kebenaran tentang indra dan objek ini, pada kenyataannya lebih sulit.
Suatu hari, ada seseorang yang lugu berjalan menuju tepi kolam. Karena kolam air sangat tenang, maka secara alami terlihat bayangan. Dari tepi kolam, orang ini melihat bentuk sepotong emas. Jadi, dia pun melompat ke dalam air. Dia terus meraba dan mencari di dalam air. Air pun beriak dan menjadi keruh sehingga tak terlihat apa-apa lagi. Sekujur tubuhnya menjadi basah dan kotor.
Dia lalu keluar dari air dan duduk. Dia merasa sangat lelah. Air perlahan-lahan tenang kembali. Karena lumpur mengendap, maka air menjadi jernih kembali. Dia kembali melihat-lihat. Ternyata ada. Dia jelas-jelas melihat bentuk emas pada air. Dia kembali melompat ke dalam air. Dengan kedua tangannya, dia terus mencari dan meraba.
Lumpur kembali naik dan air kembali keruh. Dia tetap tidak bisa menemukan apa-apa. Namun, sekujur tubuhnya penuh lumpur. Dirinya juga sangat lelah. Pada saat-saat itu, waktu sudah berlalu cukup lama. Ayah anak ini pun mencarinya. Sang ayah terus mencarinya. Dari jauh dia melihat seseorang yang tubuhnya dipenuhi lumpur dan terlihat sangat lelah.
Ternyata orang itu adalah anaknya. “Mengapa kamu kelihatan begitu lelah? Mengapa sekujur tubuhmu dipenuhi lumpur?” Anak ini menunjuk kolam itu dan berkata, “Lihatlah,jelas-jelas di dalam kolam ada emas. Namun, saat saya turun untuk mencarinya, tidak ada apa-apa di sana. Saya sangat lelah karena bolak-balik keluar masuk kolam.”
Sang ayah kemudian melihat ke kolam. Ternyata memang ada bayangan emas. Namun,sang ayah berkata, “Ada, saya melihat bayangan emas di dalam air. Namun, kamu harus tahu itu hanya bayangan, bukan benar-benar emas yang ada di dalam air. Emas itu seharusnya berada di atas pohon. Mungkin ada burung yang membawanya ke sana atau ada sebab lain. Emas itu bukan ada di dalam kolam.”
Saat anaknya menengadah ke atas, ternyata benar. Bentuknya seperti medali yang terikat oleh tali dan tergantung di atas pohon. Anak itu pun memanjat ke atas pohon dan membawanya turun. “Mengapa saya tidak melihatnya?”
Inilah yang disebut makhluk awam. Bukankah kita makhluk awam seperti ini? Seperti anak itu, ke mana kita mencari emas? Bukankah kita mencarinya di dalam lumpur? Kita manusia bagaikan masuk ke dalam lumpur. Saat air kolam menjadi keruh, akhirnya apa yang kita dapatkan? Saat air bergerak, lumpur akan kembali naik. Karena itu, sekujur tubuh kita akan penuh lumpur.
Bukankah manusia seperti ini? Saya sering berkata, “Kehidupan bersifat semu bagai gelembung dan bayangan.” Namun, kita sebagai manusia selalu melekat pada nama, keuntungan, dan lain-lain. Demi semua ini, kita bersusah payah dan bekerja keras. Beginilah makhluk awam.
Makhluk awam diliputi kebodohan dan tidak memiliki kebijaksanaan. Mereka kurang kebijaksanaan untuk membedakan suatu hal. Lihatlah, sang ayah berjalan menghampiri anaknya. Dia melihat anaknya kelelahan dan kotor di sekujur tubuhnya. Saat anak itu menunjukkan bayangan emas, begitu melihatnya, sang ayah langsung tahu bahwa di dalam kolam tidak ada benda apa pun. Benda itu seharusnya terletak di atas.
Bayangan di kolam hanyalah pantulan. Sang ayah bagaikan orang bijaksana yang memberi tahu orang awam bahwa segala sesuatu di dunia bersifat semu dan tidak kekal. Meski tahu tentang hal ini, tetapi kita tetap melekat pada pandangan yang membawa penderitaan. Akibat apa yang didapat? Sungguh, banyak noda batin kita tercipta akibat pemikiran tentang “aku” ini. Kita terus merasa bahwa “aku” benar-benar ada. Pemahaman tentang “aku” seperti ini membuat kita selalu berada dalam noda batin.
Bagaimana agar kita tidak tercemar di tengah kekeruhan dunia ini? Apa yang seharusnya kita lakukan agar tidak disesatkan oleh segala ilusi? Inilah tujuan yang ingin kita cari, yakni mencari pencerahan. Namun, meski bertekad mencari kesadaran, makhluk awam mudah kembali pada kebodohan. Karena itu, kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan.
Jadi, Saudara sekalian, kita harus senantiasa mengingatkan diri sendiri untuk tidak seperti orang lugu tadi yang menganggap bayangan di air seperti emas. Dia berusaha mengambil emas dengan susah payah sehingga mengalami kelelahan fisik dan batin. Saudara sekalian, kita memiliki hakikat kesadaran yang murni serta tubuh Dharma yang agung. Jadi, harap semua senantiasa bersungguh hati.