Raja Dighiti
Tujuan kita mempelajari ajaran Buddha adalah demi kembali pada hakikat
Buddha yang jernih dan murni. Asalkan pikiran terjaga dengan baik, secara alami
noda batin kita akan terkikis perlahan-lahan. Jika kita memiliki sedikit
pikiran yang menyimpang, maka noda batin akan terus terbangkitkan. Jadi, tujuan
kita melatih diri setiap hari bukan demi apa-apa, melainkan demi menjaga
pikiran dengan baik.
Setelah pikiran terjaga dengan baik, maka perilaku kita juga akan benar.
Ajaran Buddha mengajarkan kita untuk menjaga pikiran dan berjalan ke arah yang
benar. Namun, kita semua adalah makhluk awam. Untuk menjaga pikiran agar tak
terpengaruh kondisi luar adalah hal yang sangat sulit.
Adakalanya, saat mendengar sesuatu, kita akan berpikir perkataan orang
itu benar. Kita menganggap perkataannya sebagai kebenaran. Kita setuju dengan
perkataan mereka. Karena itu, timbul rasa gembira di dalam hati.
Namun, saat bertemu dengan seseorang yang tidak kita sukai, pikiran kita
menjadi mudah terpengaruh. Meski orang itu mengatakan prinsip yang sama, tetapi
kita selalu berusaha mencari celah untuk merusak perkataannya. Karena diliputi
noda batin, arah kita menjadi menyimpang. Noda batin menjauhkan diri kita cinta
kasih dan menghilangkan kemurahan hati kita.
Karena itulah, kita disebut makhluk awam. Noda batin membuat pikiran
kita terus bergejolak dan menyebabkan kita sulit menenangkan pikiran. Setelah
memahami hal ini, ada orang yang bisa melapangkan hati. Ada pula orang yang
sudah banyak mendengar, tetapi saat bertemu kondisi luar, tekad pelatihan
mereka mudah goyah. Inilah bagian yang tidak mudah dari melatih diri.
Suatu kali, Buddha menceritakan sebuah kisah kepada murid-Nya. Di sebuah
negeri, ada seorang raja yang sangat murah hati dan menyayangi rakyatnya. Dia
bernama Dighiti. Sang raja tidak berharap terjadi pembunuhan di dalam
negerinya, juga tidak berharap negerinya menjajah orang lain. Karena itu, di
negeri itu tidak ada senjata.
Banyak negeri yang mengetahui hal ini. Seorang raja dari negeri lain memanggil
semua menterinya untuk bersiap-siap menjajah negeri itu. Para menteri dari Raja
Dighiti menyarankan untuk mempersiapkan senjata. Namun, Raja Dighiti
menolaknya.
Setelah para menterinya bubar, sang raja memanggil anaknya, Pangeran
Dighayu, dan berkata, "Para menteri ingin berperang demi aku. Demi
keselamatan rakyatku dan menghindari peperangan, marilah kita pergi melatih
diri." Pangeran Dighayu menyetujuinya. Setelah sang raja pergi, seluruh
rakyat di negeri itu sangat sedih.
Ketika raja dari negeri lain datang, mereka memperoleh kemenangan tanpa
ada perlawanan. Namun, dia takut Raja Dighiti kembali membalasnya. Karena itu,
dia membuat pengumuman, "Bagi orang yang menemukan Raja Dighiti akan
diberi hadiah." Pada saat ini, Raja Dighiti dan anaknya hidup di gunung.
Suatu hari, dia bertemu seorang pria tua yang terlihat sangat lelah. Dia
lalu bertanya padanya, "Ada apa Anda ke sini?" Pria itu menjawab,
"Aku terlilit banyak utang. Aku ingin meminta bantuan dari Raja
Dighiti." Mendengarnya, Raja Dighiti menangis dan berkata, "Akulah
orang yang Anda cari. Namun, sayangnya sekarang aku sudah tidak mampu untuk
membantu Anda."
Pria itu berkata, "Jika aku tidak bisa membayar utang, istriku dan anakku
akan mati kelaparan." Raja Dighiti berkata, "Ikatlah aku dan bawa aku
kepada raja saat ini. Dengan begitu, Anda akan dapat hadiah." Pria itu
mengikat Raja Dighiti dengan rotan dan membawanya ke istana. Pangeran Dighayu
pun mengikuti di belakang.
Ketika melihatnya, raja saat itu memerintah orang untuk memenggal kepala
Raja Dighiti di depan umum. Sebelum dieksekusi, Raja Dighiti melihat anaknya di
tengah kerumunan orang. Dia meminta waktu untuk berbicara selama beberapa
menit. "Sebagai orang, selain harus bermurah hati dan mengasihi sesama, kita
juga harus berbakti dan menuruti perkataan orang tua. Janganlah membiarkan
kondisi luar menumbuhkan niat buruk di dalam diri kita."
Setelah berkata demikian, Raja Dighiti dipenggal. Pangeran Dighayu
sangat sedih dan ingin membalas dendam. Pangeran Dighayu terjun ke masyarakat dan
bekerja sebagai petani. Sayuran yang ditanamnya sangat enak dan sangat disukai
para menteri.
Suatu hari, seorang menteri mengadakan pejamuan makan dan mengundang
raja untuk makan. Sang raja merasa makanan itu sangat lezat dan ingin bertemu
dengan juru masaknya. Lalu, Pangeran Dighayu pun keluar. Karena merasa orang
ini terlihat berbakat, raja lalu memintanya untuk menjadi pengawal.
Suatu hari, raja pergi berburu dan Pangeran Dighayu menemaninya. Di
tengah perjalanan, raja merasa lapar. Raja menyerahkan pedangnya kepada
Pangeran Dighayu dan berkata, "Aku sangat lelah." Kemudian, dia tidur
di pangkuan Pangeran Dighayu.
Saat terbangun, raja sangat ketakutan dan berkata, "Aku bermimpi
Pangeran Dighayu datang untuk membunuhku." Pangeran Dighayu berkata,
"Jangan khawatir, aku di sini untuk melindungimu." Pangeran Dighayu
berpikir, "Ayahku mengajariku dengan menggunakan kemurahan hati dan cinta
kasih." Meski raja ini sangat kejam, tetapi hatinya merasakan ketakutan.
Raja terbangun tiga kali dari mimpi dan berkata, "Beberapa tahun
lalu, aku menjajah negeri tetangga dan mengeksekusi Raja Dighiti. Hatiku
bagaikan hidup di neraka. Tak ada sehari pun hatiku merasa tenang. Aku telah
melakukan kesalahan yang besar." Pangeran Dighayu berkata, "Sesungguhnya,
aku adalah Pangeran Dighayu yang Anda takutkan. Awalnya, aku berpikir ini
adalah saat paling tepat untuk membalas dendam, tetapi aku berubah
pikiran."
Dengan bermandikan keringat, raja terus meminta pengampunan. Setelah
kembali ke istana, raja memanggil semua menteri. Para menteri menyadari bahwa
dia adalah pengeran. Raja berkata kepada Pangeran Dighayu, "Aku tahu aku
bersalah. Aku kembalikan negeri ini padamu."
Lihatlah Pangeran Dighayu. Dia sangat menghormati dan mengagumi ayahnya.
Namun, dendam atas kematian sang ayah tidak bisa dia lepaskan. Dia memikirkan
berbagai cara untuk balas dendam. Namun, pada akhirnya, dia memilih memaafkan dengan
kemurahan hati dan cinta kasih ayahnya.