Satu Panah Tiga Nyawa
Dalam mempelajari ajaran Buddha, jika kita hanya berpikir untuk mengkaji ajaran yang sangat banyak dan dalam tanpa sungguh-sungguh mendalaminya, maka sesungguhnya, kita tidak akan mendapatkan apa pun. Kita akan sulit memahami ajaran kebenaran yang sesungguhnya. Karena itu, Buddha mengajarkan kepada kita untuk memiliki konsentrasi.
Yang terpenting adalah kita harus memegang teguh tekad dan mempraktikkan jalan. Ini adalah hal yang sangat penting. Hati kita harus memilih satu pintu Dharma. Kita harus menjunjung tinggi pintu Dharma itu dan mendalaminya dengan sepenuh hati. Dengan demikian, kita akan memiliki jalan yang lapang.
Kita harus sungguh-sungguh mendalami kebenaran. Orang zaman dahulu memiliki pepatah, "Dengan memahami satu kebenaran, maka segala sesuatu akan terlihat jelas. Jika dapat memahami satu kebenaran, maka segala sesuatu akan terlihat jelas dan bisa kita pahami." Buddha selalu mengajarkan kepada kita untuk memegang teguh tekad untuk melatih diri. Di manakah tekad kita? Kita harus berfokus untuk membangun tekad. Tekad dan harapan kita harus memiliki arah yang jelas.
Pada suatu ketika, Buddha pernah menceritakan kisah tentang salah satu kehidupan-Nya kepada para murid-Nya. Ada seorang anak muda bernama Samaka. Dia sangat memahami kebenaran di balik pergantian empat musim dan empat fase hidup manusia. Samaka memiliki sepasang orang tua yang sudah tua dan kehilangan daya penglihatan.
Dia merasa wujud bakti yang sesungguhnya bukan hanya memberi kenikmatan materi kepada orang tua, tetapi juga berbagi prinsip kebenaran dengan mereka. Jadi, dia ingin pergi ke pegunungan untuk mencari tempat yang tenang dan berharap orang tuanya bisa ikut serta. Jadi, mereka pindah ke wilayah pegunungan dan melewati hidup dengan sangat tenang.
Suatu hari, setelah menyiapkan buah dan sayuran untuk orang tuanya, dia pergi ke tepi sungai untuk mengambil air. Langit sangat cerah. Air sungai terus mengalir tanpa henti, burung-burung hinggap di atas pohon. Pemandangannya sangat indah.
Saat akan berdiri seusai menimba air, sebatang anak panah melesat ke arahnya. Dia lalu berteriak, "Siapa? Jika saya mati, kedua orang tua saya juga sulit bertahan hidup." Rupanya seorang raja sedang keluar berburu. Sang raja melihat seekor rusa dan tidak melihat bahwa Samaka tengah berjongkok di sana. Samaka berkata, "Jika saya mati, kedua orang tua saya juga sulit bertahan hidup." Raja kemudian berkata kepadanya, "Saya akan mengobati lukamu dan menjaga kedua orang tuamu."
Raja menempuh jalan pegunungan hingga akhirnya melihat sebuah rumah. "Apakah ada orang yang datang? Saya adalah raja." Sepasang orang tua itu berkata, "Tak disangka raja bisa ke rumah kami. Anak kami baru memetik buah ini. Paduka makanlah buah ini untuk melepas dahaga. Putra kami sedang pergi mengambil air
dan akan kembali sebentar lagi."
Melihat kedua orang tua ini terus membicarakan tentang anaknya, sang raja teringat pada si anak yang terluka dan merasa sangat sedih karenanya. Sang raja kemudian berkata kepada kedua orang tua itu, "Saya tidak sengaja memanah putra kalian." Kedua orang tua Samaka sangat terkejut. Mereka memohon kepada raja, "Mohon bawa kami untuk bertemu putra kami."
Sang raja lalu membawa sepasang orang tua itu ke tepi sungai. Sang ayah mengangkat kepala anaknya ke pangkuannya, dan sang ibu mengangkat kaki anaknya ke pangkuannya. Kedua orang tua itu masing-masing meletakkan tangan mereka di atas luka anaknya dan menyentuh anak panah itu.
Mereka lalu berdoa kepada dewa, "Dewa, putraku sangat menghormati Tiga Permata. Selama hidupnya, dia selalu penuh cinta kasih dan sangat berbakti kepada orang tua. Mengapa dia bisa tertimpa hal seperti ini? Jika engkau dapat merasakan ketulusan hati anak kami, mohon sembuhkanlah dia."
Para dewa tersentuh mendengarnya. Mereka lalu menyembuhkan luka Samaka. Tidak lama kemudian, Samaka hidup kembali. Sang raja sangat tergugah. Raja mengimbau semua rakyat di negerinya untuk menghormati Tiga Permata, menjalankan sepuluh sila, dan meneladani sikap bakti Samaka kepada orang tuanya.
Setelah mendengar kisah ini, kita hendaknya dapat memahami apa itu ajaran Buddha dan apa saja isinya. Ada sebagian orang sangat suka mendengar ajaran. Mereka sangat suka mendengar berbagai ajaran. Jika kita hanya mendengar dan mengkaji ajaran tanpa mempraktikkannya secara nyata, maka semua itu adalah sia-sia. Ini adalah kisah yang dibabarkan oleh Buddha.
Apakah kalian tahu bahwa Samaka adalah Buddha Sakyamuni pada salah satu kehidupan-Nya? Pada saat itu, Buddha Sakyamuni sudah membina cinta kasih dan rasa bakti. Beliau sangat penuh cinta kasih dan sangat berbakti kepada orang tua. Beliau mengasihi segala sesuatu di alam semesta dan sangat berbakti kepada orang tua.
Dia memahami bahwa kehidupan tidak kekal dan segala sesuatu di dunia ini hanyalah ilusi. Hanya kebenaran sejatilah yang bersifat kekal dan layak untuk dicari oleh manusia. Jadi, dia berbakti kepada orang tua. Dia bukan hanya melatih diri sendiri, tetapi juga mengajak orang tuanya. Dia memegang teguh tekad untuk menapaki Jalan Bodhisatwa.
Kita harus mempertahankan tekad dan mempraktikkan kebenaran secara nyata. Setelah membangun tekad, kita harus terus mempertahankannya. Kita juga harus mempraktikkan semua ajaran Buddha. Ini yang disebut mempraktikkan jalan. Dalam kehidupan sehari-hari, saat berada di lingkungan yang tenang, kita harus memanfaatkan kondisi ini untuk mempraktikkan jalan yang diajarkan. Pikiran kita jangan menyimpang sedikit pun. Harap semua orang selalu bersungguh hati.