Sebelas Kehidupan Menjadi Sapi

Kehidupan yang sederhana dan tahu berpuas diri merupakan kenikmatan terbesar. Jika enggan hidup sederhana, maka kehidupan kita akan sangat rumit. Jika tidak tahu berpuas diri, maka kita akan selamanya hidup dengan susah payah.

Manusia mengejar makanan yang segar, yang gemuk, kurus, dan lain-lain. Manusia sangat memilih makanan. Mereka tidak berpikir bahwa itu adalah makhluk hidup. Mereka tidak berpikir bahwa makhluk hidup ini juga memiliki darah dan nyawa.

Manusia memakan daging hewan karena beranggapan bahwa daging hewan dapat menyehatkan tubuh. Sesungguhnya, di masa kini, dokter selalu menyaramkan orang-orang untuk makan lebih sederhana, lebih baik lagi jika dapat bervegetaris.

Dari sini dapat kita ketahui bahwa daging hewan tidak bermanfaat bagi kesehatan kita. Tanaman-tanaman yang dihasilkan oleh bumi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi kita. Untuk apa kita memakan daging hewan? Mengonsumsi daging hewan malah akan menambah risiko terjangkit penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, dan lain-lain.

Banyak penyakit timbul akibat pemenuhan gizi yang salah.  Selain itu, kini banyak hewan ternak yang terjangkit virus dan bakteri. Karena itu, daging mereka sangat merugikan kesehatan manusia. Demi mengejar keuntungan dan memuaskan nafsu makan sesaat, manusia menernak dan membunuh hewan untuk dijadikan santapan. Demi menyantap daging hewan, berapa banyak karma buruk yang diciptakan manusia?

Di dalam karangan Mahabhiksu Lian Chi ada sebuah kisah seperti ini. Kisah ini adalah tentang hukum sebab akibat. Ini merupakan sebuah kisah nyata. Di Provinsi Henan, Tiongkok, ada seorang tabib bermarga Yin. Tabib ini sangat gemar memakan daging sapi.

Setiap kali, orang yang datang berobat harus menaruh daging sapi di atas meja. Jika pasien tidak membawa daging sapi, dia akan sembarangan mendiagnosis penyakit dan membuka resep. Akibat salah diberi resep, penyakit beberapa orang semakin parah. Karena terampil dalam memberi pengobatan, banyak orang memintanya untuk datang ke rumah. Karena itu, mereka harus memotong sapi.

Suatu hari, tabib ini tiba-tiba meninggal dunia. Di dalam kesadarannya, dia pergi ke istana Raja Yama. Wah, dia melihat Raja Yama tengah mengadili seorang jagal sapi. Jagal itu berlutut di hadapan Raja Yama. Saat mengangkat kepala, dia melihat tabib itu.

Dia lalu menunjuk sambil berkata, "Dia suka makan daging sapi. Jika dia tidak makan, maka saya tidak perlu memotong sapi." Mendengar jagal itu menyalahkannya, dia pun segera berlutut. "Jika dia tidak memotong, maka saya tidak akan makan." Mereka saling menyalahkan di sana.

Raja Yama sangat marah, lalu berkata, "Kamu menjagal sapi. Tahukah kamu seumur hidupnya sapi sangat bersusah payah membantu manusia membajak sawah dan mengangkut barang? Kamu tidak tahu berterima kasih, malah memotongnya. Karena itu, kamu harus dibawa ke alam neraka. Kamu sebagai tabib, tetapi suka makan daging sapi. Jika tidak diberi daging sapi, kamu sembarangan membuka resep sehingga mencelakai 11 nyawa. Karena itu, kamu akan terlahir sebagai sapi sebanyak 11 kehidupan."

Kisah ini merupakan kisah nyata. Di Provinsi Hubei, Tiongkok, ada seorang Tuan Du yang pernah mengalami koma. Saat sedang menunggu diadili di istana Raja Yama, dia melihat hal seperti ini. Namun, karena jalinan jodohnya belum matang dan dia juga melakukan banyak kebaikan, dia dipulangkan ke alam manusia. Dia pun bertekad untuk berbagi segala yang dilihatnya di alam neraka dengan orang-orang.

Kisah ini tercatat di dalam karangan Mahabhiksu Lian Chi untuk mengingatkan orang-orang agar menjauhkan diri dari karma membunuh. "Jika dia tidak makan, maka saya tidak perlu memotongnya. Jika kamu tidak memotongnya, maka saya tidak akan memakannya." Orang-orang tidak perlu saling mengelak karena setiap orang menanggung buah karmanya masing-masing.

Saudara sekalian,  hukum sebab akibat sangat menakutkan. Dalam kehidupan ini, siapakah yang bertanggung jawab atas karma membunuh? Sulit untuk dikatakan. Singkat kata, kita harus menjaga kemurnian tubuh dan pikiran dan menghilangkan nafsu makan terhadap hewan.

Hewan-hewan itu mengalami kelahiran di enam alam akibat buah karma masing-masing, sama seperti kita yang terlahir ke alam manusia karena buah karma sendiri. Hanya saja manusia menambah karma buruk akibat nafu makan sesaat. Karena kita ingin memakannya, maka ada orang yang menernak dan memotongnya. Inilah hukum sebab akibat.

Jadi, jangan karena nafsu makan sesaat, kita memakan daging hewan. Baik dimakan mentah maupun yang sudah dimasak, mengonsumsi daging hewan dapat menciptakan banyak karma buruk. semuanya dapat menciptakan banyak karma buruk. Mengonsumsi daging hewan juga tidak baik bagi kesehatan.

Untuk menjaga kemurnian tubuh dan pikiran, cara terbaik adalah dengan bervegetaris. Saudara sekalian, apa pun yang kita makan pada akhirnya akan menjadi kotoran. Karena itu, kita harus senantiasa ingat bahwa tubuh ini tidak bersih. Jangan sampai kita menerima buah penderitaan kelak. Harap semua orang senantiasa bersungguh hati.

Apa yang kita lakukan hari ini adalah sejarah untuk hari esok.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -