Tentang Tzu Chi
Menebar Cinta Kasih Universal
Yayasan Buddha Tzu Chi adalah sebuah NGO (Non Governmental Organization) yang didirikan seorang bhiksuni, yaitu Master Cheng Yen, pada tahun 1966. Tzu Chi merupakan lembaga sosial kemanusiaan yang lintas suku, agama, ras, dan negara, serta berprinsip pada cinta kasih universal. Yayasan Buddha Tzu Chi berpusat di Hualien, Taiwan dan saat ini memiliki 372 kantor di 54 negara dan telah tercatat sebagai salah satu International NGO di PBB.
Dalam menjalankan misinya Tzu Chi berlandaskan cinta kasih universal dan selalu memegang teguh prinsip tidak membeda-bedakan agama, ras, suku, dan etnis. Relawan dengan latar belakang yang beragam pun bersama-sama melaksanakan misi kemanusiaan ini sehingga cinta kasih dapat tersebar di berbagai penjuru dunia.
Demi Ajaran Buddha, Demi Semua Makhluk
Tepat sebelum penahbisannya sebagai seorang biksuni, Master Cheng Yen mendapatkan pesan sederhana dari gurunya, Master Yin Shun untuk selalu bekerja demi ajaran Buddha dan untuk semua makhluk hidup. Sejak itu, Master Cheng Yen dengan setia membaktikan hidupnya untuk menjalani panggilan ini. Inilah awal mula bagaimana dunia Tzu Chi yang kita kenal sekarang muncul.
Master Cheng Yen mendirikan Tzu Chi pada 14 Mei 1966, di kota pantai timur Hualien di Taiwan. Dengan keyakinan bahwa Dharma dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, Master Cheng Yen berharap untuk memelihara semangat ketulusan, integritas, keyakinan, dan ketabahan, serta nilai-nilai Buddhis dari cinta kasih, kasih sayang, kegembiraan, dan memberi pada orang-orang yang kurang mampu. Di bawah bimbingannya yang penuh welas asih, Tzu Chi sekarang memiliki banyak sukarelawan di seluruh dunia yang secara aktif bersumbangsih untuk melayani mereka yang membutuhkan bantuan, mengubah kekuatan welas asih menjadi tindakan nyata.
Dari Sutra Bunga Teratai, Master Cheng Yen menemukan bahwa ada banyak penderitaan di Dunia Saha (dunia sementara yang kita tinggali). Penderitaan orang-orang dapat berwujud fisik, mental/emosional, atau kombinasi keduanya. Sutra Bunga Teratai juga membahas tentang Buddha yang membimbing tanpa henti untuk memurnikan pikiran makhluk hidup, yang merupakan sumber dari semua kesengsaraan dan penderitaan. Oleh karena itu, Master Cheng Yen percaya bahwa satu-satunya cara untuk menghilangkan penderitaan di dunia adalah dengan membimbing orang-orang dan mengarahkan pikiran mereka menuju kebaikan.
Pada masa-masa awal Tzu Chi, Master Cheng Yen dan murid-muridnya menjalani kehidupan seorang biksuni yang keras, dengan setia mempraktikkan nilai-nilai tradisional dari disiplin diri, berhemat, tekun, dan bekerja keras. Meskipun hidup dalam kesulitan, Master Cheng Yen dan para muridnya bertekad untuk mengumpulkan dana untuk pekerjaan amal mereka. Jadi, setiap biksuni membuat sepasang sepatu bayi ekstra setiap hari, dan Master Cheng Yen mengajak 30 ibu rumah tangga (muridnya) untuk menabung 50 sen NT ke dalam celengan bambu mereka setiap hari, untuk memulai sumbangsih mereka dalam mengurangi penderitaan dan kemiskinan. Saat ini, "Masa Celengan Bambu" telah menyebar ke seluruh dunia yang menjadi awal dari semangat kemanusiaan Tzu Chi.
Dimulai dari langkah yang sederhana di pantai timur pedesaan Taiwan, jejak cinta kasih Tzu Chi telah menyebar ke lebih dari 90 negara di seluruh dunia, dan sekarang telah menjadi Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) internasional dengan Status Konsultatif Khusus dengan Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC). Yayasan Buddha Tzu Chi memfokuskan kegiatannya pada Empat Misi: Amal, Kesehatan, Pendidikan, dan Budaya Humanis, yang telah diperluas mencakup Donasi Sumsum Tulang, Bantuan Internasional, Pelestarian Lingkungan, dan Relawan Komunitas.
Berbasis relawan dan didanai oleh sumbangsih para relawan, donatur, dan masyarakat umum, Tzu Chi berkomitmen untuk kemajuan umat manusia dalam semangat cinta kasih yang tulus, luas, dan universal. Jaringan relawannya di berbagai negara di dunia bekerja secara langsung membantu orang-orang yang membutuhkan, menyediakan perawatan dan bantuan dengan cinta tanpa pamrih yang melampaui perbedaan ras, suku, bangsa, bahasa, dan agama. Ini telah membawa siklus positif cinta kasih dan kebaikan di seluruh dunia.
Di era perubahan iklim saat ini, dengan meningkatnya frekuensi bencana alam, Master Cheng Yen percaya bahwa penyebab bencana berakar dari dalam hati dan pikiran manusia. Oleh karena itu, beliau berharap bahwa lebih banyak orang di dunia dapat mengungkap dan memanfaatkan mata air yang jernih di dalam hati mereka sendiri. Karena semakin banyak sumber mata air maka akan lebih banyak air yang akan mengalir. Dengan banyaknya air yang mengalir keluar maka dapat menjadi aliran jernih yang membersihkan hati manusia di seluruh dunia.
Misi Utama
Amal
Amal adalah landasan Tzu Chi. Misi ini terdiri dari program utama pengobatan (perawatan) jangka panjang, bantuan tanggap darurat, perbaikan dan renovasi rumah, kunjungan kasih ke panti jompo, panti asuhan, dan pasien penerima bantuan Tzu Chi, serta bantuan bencana. Selain membantu para penerima bantuan agar pulih dan bangkit kehidupannya, para relawan Tzu Chi menemani mereka dalam perjalanan mereka, memberi perhatian dan dukungan serta membantu mereka untuk mandiri secara finansial agar terbebas dari lingkaran kemiskinan. Para penerima bantuan juga diajak dan dibimbing untuk turut berpartisipasi membantu orang lain yang membutuhkan, meneruskan cinta kasih ini agar semakin luas dan berkembang.
Kesehatan
Penyakit adalah penderitaan terbesar dalam hidup. Untuk memutus siklus penyakit dan kemiskinan, Misi Kesehatan Tzu Chi memulainya dengan mengadakan pengobatan secara gratis, diikuti dengan penggalangan dana untuk membangun rumah sakit Tzu Chi pertama di Taiwan. Saat ini ada jaringan medis Tzu Chi yang komprehensif di seluruh Taiwan, termasuk enam rumah sakit, klinik gratis, dan layanan perawatan medis di rumah, dan lainnya. Selain itu, Tzu Chi International Medical Association (TIMA) telah hadir di berbagai negara, membantu memberikan pelayanan kesehatan di daerah-daerah yang kekurangan sumber daya dan tenaga medisnya. Tim Medis Tzu Chi melindungi kehidupan dan kesehatan masyarakat secara bersamaan.
Pendidikan
Pendidikan adalah misi jangka panjang untuk membimbing pikiran dan jiwa. Pendidikan Tzu Chi berfokus agar generasi muda memiliki kemampuan akademis yang unggul serta memiliki budi pekerti yang luhur. Misi Pendidikan mencakup berbagai institusi pendidikan, mulai dari prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah hingga universitas. Tzu Chi berusaha untuk mendidik generasi muda agar memiliki karakter yang baik, pikiran dan tubuh yang sehat melalui pengajaran nilai-nilai moral dan keterampilan hidup, dengan memberikan pendidikan secara menyeluruh.
Budaya Humanis
Semangat Budaya Humanis adalah tentang menghayati nilai perjuangan terbesar dalam hidup seseorang dengan sukacita, dan mencapai pertumbuhan pribadi dan penyempurnaan karakter. Tzu Chi memanfaatkan media cetak, elektronik, dan media sosial untuk menyebarkan berita dan pesan inspirasinya ke seluruh dunia, dengan harapan dapat menjernihkan hati dan pikiran masyarakat. Dengan memberitakan hal yang benar dan positif tentang kebaikan diharapkan dapat menciptakan lingkaran cinta kasih dan kebajikan di masyarakat.
Bantuan Internasional
Dalam setiap pemberian bantuan bencana, Tzu Chi memegang prinsip Langsung, Prioritas, Sesuai Kebutuhan, Menghargai, dan Cepat. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, Tzu Chi memberikan bantuan berupa makanan, beras, benih padi, pakaian, selimut, perlengkapan medis, obat-obatan, dan lainnya. Untuk negara-negara yang dilanda bencana, Tzu Chi juga mengembangkan rencana bantuan jangka panjang, seperti pembangunan kembali rumah, sekolah, rumah ibadah dan lainnya. Meskipun jenis bantuan yang diberikan mungkin berbeda bergantung pada situasinya, namun Tzu Chi melayani semua yang membutuhkan bantuan dengan spirit kemanusiaan yang sama: Jiwa.
Donor Sumsum Tulang
Sumbangan sel punca hematopoietik, yang memungkinkan seseorang untuk menyelamatkan kehidupan dengan cara yang tidak berbahaya, dapat memberikan kesempatan hidup baru bagi penderita kanker darah. Para relawan Tzu Chi di Taiwan secara aktif mempromosikan pesan ini kepada publik, dan sebagai hasil dari upaya mereka yang tak kenal lelah, Yayasan Buddha Tzu Chi mampu membuat basis data donor sumsum tulang, yang kemudian menjadi salah satu basis data donor sumsum terbesar yang terdaftar di dunia. Pusat Sel Punca Tzu Chi di Hualien, berkomitmen untuk pengembangan teknologi pengujian Human Leukocyte Antigen (HLA), kedokteran dan penelitian klinis lainnya.
Pelestarian Lingkungan
Relawan Tzu Chi di seluruh dunia secara aktif mempromosikan daur ulang kepada masyarakat, dan memberikan contoh kepada orang lain dengan mengambil tindakan untuk melestarikan sumber daya dan mengurangi jejak karbon. Mereka juga mendorong dan membimbing penduduk di komunitas mereka untuk melakukan kebiasaan dan praktik ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari mereka untuk melindungi lingkungan. Selain itu, Tzu Chi secara aktif menggalakkan pola makan vegetaris dan mensosialisasikan gaya hidup yang lebih sederhana dan ramah lingkungan, yang dapat membantu mengurangi pemanasan global.
Relawan Komunitas
Dengan membangun jaringan relawan di setiap komunitas, Tzu Chi berharap dapat membentuk sistem relawan dan bantuan yang tersebar di berbagai komunitas. Melalui interaksi ini juga diharapkan orang-orang dalam lingkungan tersebut dapat saling memberi perhatian, mempraktikkan kehidupan bersosialisasi dan bertetangga dengan baik. Dengan cara ini maka bukan hanya mereka yang tidak memiliki saudara dapat dijaga, tetapi para relawan juga dapat memobilisasi dengan cepat dalam memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan di saat darurat, menciptakan masyarakat yang dipenuhi dengan kehangatan dan cinta kasih.
Video Kilas Balik Tzu Chi Tahun 2022
Dengan kesatuan hati, para relawan Tzu Chi tanpa pamrih terus berupaya menjangkau mereka yang menderita, mengambil setiap kesempatan untuk melayani mereka yang membutuhkan. Meskipun rentang hidup manusia terbatas, cinta kasih tidak mengenal batas. Kami ingin berbagi dengan Anda videonya, Kilas Balik Tzu Chi 2020, dan mengundang Anda untuk bergabung dengan kami dalam membantu mereka yang menderita.
Master Cheng Yen dilahirkan pada tahun 1937 di Kota Qingshui, Kabupaten Taichung, Taiwan, dengan nama Wang Jinyun. Pada usia 4 tahun ia diangkat menjadi putri angkat pamannya, Wang Tiansong dan bibinya, Wang Shen Yuegui. Sejak kecil, Jinyun sangat cakap dan handal membantu kedua orang tuanya dalam banyak hal. Karena sikap baktinya, orang-orang kemudian menjulukinya “Putri yang Berbakti”. Ketika Jinyun kecil duduk di bangku SD, ia sangat terkesan dengan penampilan dan sikap seorang gurunya yang bernama Tamagawa Harue, yang kelihatan sangat rapi dan bermartabat. Kesan mendalam dari ibu gurunya inilah yang mempengaruhi Master Cheng Yen di masa mendatang memiliki konsep berpakaian dan menekankan pentingnya sikap dan tata krama. Ibu angkatnya sakit parah (lambung berdarah) dan dirawat di rumah sakit. Karenanya beliau pun bersujud di hadapan Bodhisattva Kuan Im, berikrar selamanya bervegetaris agar ibunya tidak perlu dioperasi dan panjang umur, bahkan merelakan umurnya sendiri untuk ditambahkan pada ibu sehingga memperpanjang umur ibu. Setelah itu, selama tiga hari berturut-turut beliau bermimpi diberikan 2 pil obat oleh seorang wanita berjubah putih di sebuah vihara. Setelah kejadian mimpi tersebut, penyakit ibunya membaik, tidak perlu dioperasi dan diijinkan keluar dari rumah sakit. Karena bervegetaris sejak saat itu, sehingga membuatnya mulai mendekati Buddha Dharma. Adik keduanya menderita meningitis. Di rumah sakit Taichung, beliau merawat dan menjaga sendiri adiknya selama 8 bulan. Selama itu pula beliau menyaksikan ketidak kekalan di rumah sakit, juga pelayanan humanis para tim medis. Sebagai keluarga pasien, beliau merasakan kesan mendalam atas pelayanan tim medis di sana, terutama seorang dokter anak bermarga Zhang yang menangani adiknya, tutur katanya lemah lembut, terhadap keluarga pasien juga selalu memberi rasa tenang. Menangani adiknya yang saat itu baru berumur 7 tahun, dokter Zhang sangat sabar dan menggunakan cara yang membuat anak-anak nyaman, sehingga adiknya tidak takut sedikitpun malahan sangat patuh pada dokter. Adiknya juga gembira setiap kali dokter Zhang datang memeriksanya. Saat disuntik atau diambil darahnya tentu saja menangis, tapi adiknya bukan teriak memanggil-manggil papa atau mama, tapi memanggil dokter itu. Terhadap keluarga pasien, dokter ini selalu memberi penjelasan dengan sangat ramah dan penuh senyum. Dokter ini memberi kesan yang sangat mendalam baginya. Karena dokter Zhang inilah, membuat beliau sangat mengagumi profesi seorang dokter. Pengalaman ini jugalah yang mempengaruhi beliau kelak dalam konsep misi kesehatan dan pendidikan yang berbudaya humanis. Di tengah “pelarian” mencari tempat melatih diri meninggalkan keduniawian, Master Cheng Yen dan Biksuni Xiudao saat sedang menunggu bus di Kaohsiung, di sekitar halte itu ada orang yang menjual majalah. Karena tertarik pada judul sebuah majalah, Master Cheng Yen lalu mengambil majalah itu dan membukanya. Di dalam majalah itu ada sebuah artikel mengenai cerita Buddhis, ada satu kalimat berbunyi “Sang Buddha menduduki singgasana di bawah pohon bodhi melakukan perenungan hening (Jing=hening, Si=Perenungan)”. Membaca dua kata ini, Jing Si, sangat memikat hatinya, sejak itu beliau pun mengganti namanya dari Jinyun menjadi Jing Si. Dalam pencariannya bersama Biksuni Xiudao, pada Februari 1961 mereka pindah lagi ke Vihara Yuchuan di Yuli, lalu ke Vihara Dongjing di Hualien. Pertama kali menginjakkan kaki di Hualien, mereka disambut ramah oleh seorang umat senior di Vihara Dongjing, mereka dikenalkan dengan Bapak Xu Congmin. Bapak Xu Congmin ini sangat baik, bersedia menampung mereka di rumahnya. Bentuk rumahnya pun mirip vihara tempat melatih diri. Bapak Xu ini umat yang taat, dan melakukan kebaktian secara rutin di rumahnya. Mereka pun tinggal di rumah Bapak Xu ini untuk beberapa waktu. Oleh umat senior di Vihara Dongjing itu, mereka diminta berceramah sutra Buddha di sebuah Perkumpulan Buddhis di Taitung. Di sana mereka menetap dari Maret 1961 hingga September 1962. Di sana, Master Cheng Yen yang belum menjadi biksuni mempelajari macam-macam Sutra Buddha, di sanalah pertama kalinya beliau bertemu dengan Sutra Makna Tanpa Batas (Wu Liang Yi Jing) dalam versi Bahasa Jepang. Kemudian beliau menyalinnya dalam Bahasa Mandarin. Sutra Makna Tanpa Batas ini kelak menjadi panduan bagi Master Cheng Yen dalam menjalankan Tzu Chi, bahwa ajaran Buddha adalah jalan bodhisatwa yang bisa ditapak dan dijalani dalam kehidupan sehari-hari. Bapak Xu Congmin dan istrinya, berdua adalah umat Buddha yang taat, tulus, dan baik hati. Suami istri ini menjadi sebuah gambaran ideal seorang perumah tangga di mata Master Cheng Yen. Kehidupan mereka dari pakaian, makanan, dan pola hidup sehari-hari sangatlah sederhana. Bapak Xu ini sehari-harinya mempunyai bisnis. Dan uangnya dipergunakan dengan bijaksana, yaitu membantu sesama yang membutuhkan, membangun vihara-vihara, termasuk Vihara Phuming. Kehidupan sehari-hari di rumah ini tidak beda jauh dengan kehidupan biksu/biksuni di vihara. Tiap pagi bangun sebelum jam 4, Master Cheng Yen ikut mereka melakukan kebaktian pagi dan malam. Bagi Master Cheng Yen, Bapak Xu Congmin ini adalah seorang pelindung Dharma dan juga adalah gurunya. Karena tidak mungkin terus menerus tinggal di rumah orang, Master Cheng Yen meminta bantuan Bapak Xu Congmin untuk membangun sebuah gubuk kayu kecil sebagai tempat tinggalnya di belakang Vihara Phuming. Sekembali dari Taipei, dari bulan April sampai Oktober 1963, beliau melakukan pelatihan diri di gubuk kayu ini dengan mendalami Sutra Teratai dan berikrar untuk membaktikan dirinya di jalan Bodhisatwa seumur hidup. Karena tidak memiliki uang untuk beli buah maupun bunga, maka beliau memberi persembahan kepada Buddha dengan cara menyalin satu kitab Sutra Teratai setiap bulannya. Karena tidak memiliki apa-apa selain tubuh pemberian orangtua, setiap tanggal 24 lunar (di tanggal lahirnya) Master Cheng Yen membakar diri dengan cara menyalakan dupa di lengannya sebagai lambang persembahan kepada Buddha dan balas budi kepada orangtua. Oktober 1963, Master Cheng Yen meninggalkan gubuk kayu dan pergi ke Vihara Cishan untuk memberi ceramah Sutra Ksitigarbha dan Sutra Amitabha selama 8 bulan. Makin mendalami Sutra Ksitigarbha, beliau makin menyadari hendaknya keluar dari pelatihan diri dan dengan berani terjun bersumbangsih ke masyarakat, seperti Bodhisatwa Ksitigarbha yang berikrar masuk ke neraka untuk membimbing makhluk di sana. Dan sejak berceramah Sutra Ksitigarbha inilah, Master Cheng Yen mulai menjalin jodoh baik dengan banyak umat dan mulai dikenal masyarakat. Dari sini juga beliau bertemu dengan beberapa murid yang kelak tinggal bersama di Griya Jing Si, yaitu Shao Wei, Shao Wen, Shao En. Mereka bertekad mau menjadi murid Master Cheng Yen, meski awalnya Master Cheng Yen berikrar tidak mau menerima murid dan juga tidak memiliki tempat tinggal untuk mereka. 20 Juli 1967, Buletin Tzu Chi terbit untuk pertama kalinya. Di dalamnya berisi informasi seputar kegiatan Tzu Chi, penerima bantuan, dan nama-nama donatur. Wang Shen Yuehkuei, yaitu ibu angkat Master Cheng Yen mendonasikan sebidang tanah sebesar 1,5 hektar untuk Tzu Chi. Akhirnya Master Cheng Yen dan murid-muridnya memiliki tempat sendiri. Di atas tanah itu didirikan Griya Jing Si dan dan kebun untuk bercocok tanam. Peletakan batu pertama Griya Jing Si dilakukan pada 5 Februari 1968 dan resmi digunakan pada 10 Mei 1969 (lunar 24 bulan 3). Hingga kini, Master Cheng Yen dan para bhiksuni pengikutnya tetap hidup mandiri di Griya Jing Si dengan bercocok tanam maupun menjalankan industri rumah tangga. Mereka tidak menerima sumbangan. Bulan Oktober, topan Nora menerjang Taiwan mengakibatkan kerusakan parah di bagian selatan hingga Taiwan timur. Dana amal yang ada di Tzu Chi saat itu hanya NTD100 ribu. Akhirnya semua insan Tzu Chi yang jumlahnya masih tidak banyak itu bergerak menggalang dana dari pintu ke pintu. Dan akhirnya tergalang NTD620 ribu, bantuan tersalurkan ke 671 keluarga di Yuli dan Taitung. Semua pelaksanaan mulai dari survei, galang dana, pengadaan barang bantuan, penataan dan pendistribusian barang bantuan mengikuti dan menyempurnakan dari tata cara tanggap bencana kebakaran di Desa Danan tahun 1969. Tanggap bencana topan Nora yang berlangsung Oktober 1973 hingga Januari 1974 ini menerapkan pedoman Langsung-Prioritas-Menghormati, dan menjadi prinsip dasar tanggap bencana relawan Tzu Chi kemudian hari di seluruh dunia. RS Tzu Chi pertama berdiri di Hualien dan diresmikan pada tgl 17 Agustus 1986 setelah berhasil mengumpulkan niat-niat baik para budiman dari segala penjuru. Berdasarkan prinsip “Menghormati Kehidupan”, maka selain membebaskan pasien dari uang jaminan dan tidak ada klasifikasi kamar pasien, juga membantu pasien miskin mendapatkan bantuan sosial, dan berusaha secara kontiniu meningkatkan mutu pelayanan melalui peralatan dan teknologi medis. Tanggal 7 Desember 1986, Tim Relawan Pemerhati Rumah Sakit terbentuk. Kata Perenungan Master Cheng Yen pertama kali diperkenalkan dalam bentuk suvenir untuk 20 ribu lebih hadirin di acara Peresmian Universitas Keperawatan Tzu Chi sekaligus HUT ke-3 RS Tzu Chi Hualien, Taiwan. Tanggal 30 September 1989, buku Jing Si Aphorism (Kata Perenungan Master Cheng Yen) terbit untuk pertama kalinya dalam bahasa Inggris, Jepang, dan Mandarin. Tanggal 17 September 1989 Universitas Keperawatan Tzu Chi resmi dibuka. Ini menjadi awal dimulainya Misi Pendidikan Tzu Chi. Dengan tujuan membina kelembutan dan memperlakukan pasien bagai keluarga sendiri. Merupakan satu-satunya sekolah keperawatan di Taiwan yang dibangun pihak swasta. Namun untuk membiayai pengeluaran sekolah ini, pada tahun 1996 telah mendapat persetujuan Departemen Pendidikan sehingga dapat merekrut penduduk asli setempat untuk belajar gratis (uang sekolah gratis, dan ditanggung biaya hidup juga). Impian untuk menjaga penduduk asli setempat pun terwujud. Master Cheng Yen memiliki harapan agar anak didik di sekolah ini semuanya kelak bisa menjadi seorang wanita tangguh yang bermoral di manapun mereka kelak, karena itu dibentuklah Asosiasi Mama & Kakak Tzu Chi pada tgl 25 Oktober 1989. Sebanyak 36 relawan wanita yang dipilih untuk bergabung dalam asosiasi ini adalah yang berbudi luhur dan bisa menjadi teladan bagi anak-anak yang mereka dampingi. Di kemudian hari juga ada Papa Tzu Chi yang bergabung untuk mendampingi murid pria, sehingga berubah nama menjadi Asosiasi Orangtua Tzu Chi. Pada upacara pembukaan tersebut, karena akan hadir sebanyak 20.000 orang, maka Master Cheng Yen berpikir harus ada relawan yang bertugas menjaga ketertiban dan keamanan di sekolah ini. Maka dibentuklah “Tim Keamanan” yang terdiri dari relawan pria. Karena tim ini cukup solid dan sangat berdedikasi, maka bulan 25 Juli tahun berikutnya tim ini resmi menjadi “Tim Tzu Cheng” (Relawan Komite Pria). Akademi Kedokteran Tzu Chi memulai tahun ajarannya. Master Cheng Yen mengharapkan para calon dokter ini kelak “memiliki keterampilan bidang akademis dan memiliki budi pekerti luhur. Akademi ini juga mendorong mahasiswa agar lebih banyak ikut dalam kegiatan pelayanan masyarakat. Pada saat bersamaan, proses penanganan yang manusiawi dan penuh hormat terhadap “silent mentor" (pendonor jasad untuk praktik bedah) oleh pihak akademi, serta imbauan Master Cheng Yen bahwa “kita hanya memiliki hak pakai, namun tidak memiliki hak milik atas kehidupan”, telah membangkitkan semangat masyarakat Taiwan untuk mendonorkan jasadnya setelah meninggal.
Topan Herb menyebabkan banjir terbesar selama 30 tahun di seluruh Taiwan. Berpedoman pada prinsip “datang paling awal, pulang paling akhir”, Tzu Chi menggerakkan puluhan ribu orang untuk terjun dalam kegiatan pemberian bantuan. Master Cheng Yen juga menggerakkan konsep “Relawan Komunitas” pada 22 Desember 1996, di mana insan Tzu Chi dikelompokkan berdasarkan tempat tinggalnya. Tujuannya agar semangat saling menjaga dan saling membantu di antara sesama tetangga dapat terwujud.
Tanggal 6 April 1997, Master Cheng Yen menetapkan pengembangan 4 Misi menjadi 8 Jejak Dharma. Dari Misi Amal, Misi Kesehatan, Misi Pendidikan, Misi Budaya, berkembang dan bertambah 4 lagi yaitu: Bantuan Internasional, Donor Sumsum Tulang, Misi Pelestarian Lingkungan, dan Relawan Komunitas.
Melihat kondisi masyarakat dewasa ini yang telah terjangkit berbagai penyakit moral seperti halnya fenomena para remaja yang suka menindik hidung dan lidah, berpakaian tidak rapi dan tak pantas, tren yang justru dianggap modern dalam berbudaya, Master Cheng Yen mengganti Misi Budaya menjadi Misi Budaya Humanis dan mendorong semangat insan Tzu Chi untuk membangun “teladan moralitas” agar jejak langkah umat manusia yang benar, bajik, dan indah dapat menjadi sejarah yang harum sepanjang masa.
Economic and Social Council (ECOSOC) menganugerahi Status Konsultatif Khusus terhadap Yayasan Buddha Tzu Chi, sebuah pengakuan dari organisasi amal dan medis di seluruh dunia. ECOSOC merupakan salah satu dari enam badan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penghargaan ini diterima oleh Ketua Yayasan Tzu Chi New York Zhang Zongyi mewakili Master Cheng Yen.
Menelusuri Jejak Langkah Perjalanan Tzu Chi
Kedua: